Jakarta- 23 Maret 2024- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita
Karnawati mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan
mengambil langkah konkret dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Menurutnya,
perubahan iklim harus mendapat perhatian serius karena mengancam
keberlangsungan kehidupan umat manusia.
“Persoalan ini (perubahan iklim-red) tidak dapat diselesaikan hanya melalui
pertemuan, seminar, dan meeting. Terpenting, dari pertemuan itu
dihasilkan aksi konkrit dan memiliki dampak besar terhadap upaya pencegahan
dampak perubahan iklim,” ungkap Dwikorita Karnawati dalam peringatan Hari
Meteorologi Dunia ke-74 di Jakarta, Sabtu (23/3/2024).
Sebagai informasi, World Meteorological Organization (WMO)
mengambil tema “AtThe Frontline of Climate Action” pada peringatan
Hari Meteorologi Dunia ke-74 tahun 2024. Tema tersebut dapat dimaknai untuk
semua insan—tanpa terkecuali—menuju ke garis terdepan dalam melakukan aksi
perubahan iklim.
Dwikorita menyebut perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk
peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air
laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia. Contoh nyata kenaikan
suhu akibat perubahan iklim yaitu mencairnya gletser atau lapisan es tropis di
Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 MDPL itu
menyusut hingga 98 persen, dari 19,3 kilometer persegi di tahun 1850 menjadi
hanya 0,23 kilometer persegi di April 2022.
Perubahan iklim saat ini, lanjut Dwikorita, telah mendekati batas yang
disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015. Saat itu,
seluruh dunia bersepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata
global di angka 1,5 °C pada 2030. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju
lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45°C di atas suhu rata-rata di masa
pra-industri.
Dwikorita mengungkapkan, dalam mengatasi laju perubahan iklim terdapat dua
aksi yang dapat dilakukan yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi berarti setiap
pihak harus mengurangi penyebab daripada pemasanan global dan perubahan iklim.
Sementara adaptasi ialah proses penyesuaian terhadap dampak yang ditimbulkan
dari perubahan iklim.
“Jadi aksi iklim harus berorientasi mengintegrasikan antara tindakan
mitigasi dan tindakan adaptasi,” ujarnya. Adapun dalam melakukan aksi mitigasi,
terdapat terdapat lima sektor fokus aksi penurunan emisi gas rumah kaca dalam Nationally
Determined Contribution (NDC). Yaitu, sektor kehutanan, pertanian, energi,
industri, dan limbah. Sementara terdapat delapan fokus adaptasi yaitu ketahanan
pangan, ketahanan ekosistem, ketahanan air, kemandirian energi, kesehatan,
pemukiman perkotaan dan pedesaan, pesisir dan pulau kecil, dan peningkatan
kapasitas para pemangku kepentingan dan masyarakat.
PentingnyaKetahananAir
Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menegaskan pentingnya menjaga
ketahanan air. Menurutnya, jika ketahanan air melemah maka akan berdampak
serius pada banyak hal diantaranya ketahanan pangan dan ketahanan energi
Indonesia. Apabila terus berlanjut, maka akan memicu terjadinya konflik yang
berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar