Oleh: Yusron, SPd., M.Si. (Sekretaris Dinas kesehatan Kabupaten Kediri.
Kediri, 02 Januari 2024 Di akhir penghujung tahun ini, saya berusaha mencatat kembali isu-isu kesehatan yang krusial sehingga menjadi trending topic. Isu-isu krusial bidang kesehatan masyarakat seperti penurunan angka stunting, pelayanan kesehatan yang belum merata, hingga kesehatan jiwa, menjadi topik yang harus kita cermati sepanjang 2023 ini. Peneliti kedokteran komunitas dan Ketua Health Collaborative Center, Dr.Ray Wagiu Basrowi menilai, dari banyaknya isu kesehatan, ada tiga topik penting yang seharusnya dicermati yaitu stunting, pelayanan kesehatan primer, dan kesehatan mental. Karena selain dampaknya sangat luar biasa dan menentukan kualitas kesehatan bangsa, isu-isu ini juga menjadi indikator kesehatan (Kompas.com, 12/12/2023).
Stunting
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting di
Indonesia 2022 sebesar 21,6 persen pada anak balita, turun 2.8 persen dari
sebelumnya. Angka ini menunjukkan hampir satu dari empat anak balita mengalami
stunting, yang mengindikasikan tingkat kekurangan gizi yang signifikan. Agar
pencapaian penurunan stunting yang sudah sangat baik dapat di optimasi sehingga
orientasi program tidak lagi murni eradikasi berbasis treatment tetapi
fokus pada pencegahan.
Akses Layanan dan Kesehatan Jiwa
Isu lain adalah kesehatan jiwa. Apalagi data dari Kementerian Kesehatan RI
menunjukkan 1 dari 10 orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa harus menjadi isu nasional, sama besarnya dan pentingnya dengan
isu stunting, karena dari aspek besaran masalah, kesehatan jiwa itu berkaitan
dengan life-cycle yang lebih luas, tidak hanya balita atau populasi
seribu hari pertama kehidupan, tetapi semua karakteristik demografi penduduk
Indonesia. Berbagai studi juga menunjukkan gangguan kesehatan jiwa bisa
menyebabkan kerugian ekonomi. Ia menambahkan, pemerataan akses layanan
kesehatan yang berkualitas juga menjadi tantangan besar yang belum bisa
diselesaikan sampai saat ini. Investasi indikator pelayanan kesehatan di lini
terdepan ini sangat besar dan impact measurement-nya juga
diproyeksikan akan turut memperkuat sumberdaya manusia Indonesia menuju bonus
demografi (Kompas.com, 12/12/2023).
Transformasi Layanan Kesehatan Primer
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan
Kependudukan Kemenko PMK Y. B. Satya Sananugraha (1/9/2023) menyampaikan,
transformasi layanan kesehatan primer harus mendapat perhatian khusus serta
investasi kesehatan yang besar, dengan fokus kepada promotif dan
preventif. Transformasi itu dapat dimulai dari Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, Posko Kesehatan Desa, Posyandu serta pelibatan fasilitas pelayanan
kesehatan swasta.
Menurut Satya (1/9/2023), konsep integrasi pelayanan kesehatan primer
menjadi salah satu kunci yang penting untuk mengoptimalkan peran pelayanan
kesehatan primer. Ini dilakukan untuk mengatasi berbagai tantangan dalam
pencapaian indikator kesehatan nasional.
Satya mengajak, upaya integrasi layanan kesehatan primer harus menjadi
tulang punggung perbaikan kualitas kesehatan masyarakat. Masyarakat juga harus
menjadi subjek layanan berdasarkan kebutuhan kesehatan dalam siklus hidupnya,
bukan pelayanan berbasis program. Hal yang tidak kalah penting, Ia juga
menghimbau proses digitalisasi dalam tata kelola pelayanan kesehatan primer
yang harus juga dibangun secara beriringan.
Integrasi pelayanan kesehatan primer sendiri merupakan bagian dari
transformasi layanan primer yang berfokus pada tiga hal, yaitu siklus hidup
sebagai fokus integrasi pelayanan, perluasan layanan kesehatan melalui jejaring
hingga tingkat desa dan dusun, serta memperkuat pemantauan wilayah setempat
melalui pemantauan dengan dashboard situasi kesehatan per desa. Puskesmas
dan Posyandu memiliki peran penting dalam integrasi pelayanan kesehatan primer
yang komprehensif dan terpadu melalui berbagai layanan preventif, kuratif dan
rehabilitatif sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Berdasarkan data
yang ada, dari 10.374 Puskesmas, baru terdapat 54,9 persen Puskesmas yang
memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan, sekitar 4.1 persen Puskesmas yang
tidak memiliki dokter, 43,71 persen Puskesmas memiliki prasarana sesuai
standar, dan 51,35% Puskesmas memiliki alat kesehatan standar. Disamping itu,
kelengkapan sembilan jenis tenaga kesehatan di Puskesmas masih belum merata
antar wilayah. Persoalan ini memerlukan upaya untuk mendekatkan layanan
kesehatan kepada masyarakat melalui perluasan jejaring pelayanan kesehatan
primer yang kompehensif dan berkualitas kepada masyarakat (Satya,2023).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar